Baiklah…
Cerita ini kumulai lagi..
Setelah sekian lama aku terhenti, kini saatnya aku memulai kembali sesuatu yang memang harus dimulai.
(menghela nafas…)
Aku telah menuangkan air pada cangkir yang tak beralas. Menulis sebuah kisah pada kertas yang tak berlembar. Terlalu berani mencaci maki diriku sendiri. Aku memang telah berlayar di lautan yang berkabut. Semua nampak samar. Aku hanya terlalu yakin bahwa tidak akan kehilangan arah. Namun aku benar2 salah.
Aku tidak akan pernah menyesali perjalanan itu karena kutahu aku akan kuat karenanya.
Kini aku menepi di sebuah pulau yang aku sendiri tak tahu namanya. Aku takkan terburu-buru lagi. Aku akan berlayar kembali ketika kabut telah hilang dan laut tak lagi pasang.
Entah kapan..
Aku ingin menikmati dahsyatnya mahakarya Tuhan di pulau ini walau hanya sekejap..
Dan bila laut telah memanggilku, aku akan berlayar kembali.
Dengan jiwa yang tak memiliki keraguan.
Hah...sudah lelah rasanya berharap..Berharap akan sesuatu yang sepertinya ga akan pernah terjadi..Hm, tak perlu lah kusebutkan itu apa..Yang jelas, sakit rasanya ngeliat sesuatu yang ga ingin aku liat..
Mungkin aku childish, mungkin aku egois..
Tapi yang kuminta ga banyak kok..
Lebih baik aku ga tau..
Lebih baik aku ga ngeliat..
Lebih baik aku tutup mata..
Menganggap semua ga ada dan ga pernah terjadi..
Lebih baik aku diam..
Aku ga mau nunggu..
Aku ga mau berceloteh lagi..
Aku ingin pergi ke laut dan membuangnya jauh2 dari hadapanku..
Supaya kamu ga hanya ngeliat mereka..
Dan ga menjanjikan sesuatu yang ga pernah akan terjadi..
Skali lagi ada warna dalam hatiku...Kehadiran seseorang yang sedikit mengusik hari-hariku..Adakah dia tahu bahwa sgala ujar dan kata darinya adalah keindahan?? Sadarkah ia mengapa tak akan mau ku-ungkit apa yang dia sebut "jurang"? Rasa ini masih berupa benih...Terkadang dia sirami, tapi terkadang ia tinggalkan..Seharusnya dia sudah berjalan 1 langkah dari tempat ia berdiri..Tapi mengapa hanya tetap begini?? Tahukah dia bahwa benih ini akan layu bila tak jua disirami??
Aku akan menunggunya....Ya, menunggu hingga aku tak lagi sanggup menunggu...Hingga kakiku lelah untuk berdiri menantinya... Dan bila itu terjadi, kan kulambai tanganku dan berucap slamat tinggal, untuk pergi meninggalkan kenangan yang hanya sebentar ini, selamanya..
Tak perlu kau cintai aku. Yang kubutuhkan hanya : kau menyayangiku
Rio berdiri di depan sebuah kamar. Pandangannya lurus ke dalam kamar tersebut, dimana terdapat kaca di tengah pintu, yang mampu membuat siapapun melihat ke dalam isi kamar. Seorang pemuda keluar, berhadapan dengannya. Pemuda itu memandang Rio sejenak dengan tatapan tajam, kemudian pergi menjauh. Tak kuasa Rio menahan hasrat hatinya untuk memeluk seorang gadis yang terbaring lemah di dalam kamar itu dengan masker oksigen di hidungnya. Namun, kakinya kaku. Tak sanggup lagi ia melangkahkan kaki. Ia hanya mampu berdiri, terdiam, dan terhanyut dalam sebuah memori.
Aku ingin kau sedikit menghargaiku
Rio duduk terdiam, fokus dengan laptop yang ada di depannya. Tak sedikitpun ia berpaling dari komputer layar datar itu. Tiba-tiba, seseorang memeluknya dari belakang dan membuyarkan semua konsentrasinya.
“Ahhhh...” teriak Rio, kemudian ia menoleh ke belakang.
“Kiara? Ngapain kamu di sini?! Aku lagi sibuk ngerjain tugas akhirku !”
Gadis bernama Kiara yang memeluk Rio pun melepas ikatan tangannya di bahu Rio, Lalu ia mundur perlahan, ketakutan.
“Aku Cuma pengen kasi kamu kejutan kok. Aku ga pengen kamu terlalu tegang dengan semua tugas akhir ini,” jawab Kiara dengan nada lirih dan pelan. Ada rasa takut di dalam setiap kata-katanya.
”Tapi kamu uda buyarin konsentrasiku tau ga?! Uda, kamu pulang aja sana.”
”Tapi sayang, aku jauh-jauh dateng ke sini hanya untuk nemenin kamu.”
”Ga perlu !”
Kiara berdiri diam di tepi ranjang Rio sambil memandang Rio. Air matanya sudah berada di pelupuk mata, tapi ia berusaha menahannya. Rio balik menatapnya, dan ia mengusir kekasihnya itu dengan tatapan matanya yang angkuh. Kiara berjalan ke pintu, kemudian menutup pintu kamar Rio perlahan.
*****
Hujan membasahi kota. Kiara memeluk tubuhnya yang kedinginan dan menggosok-gosok tangannya. Ia berdiri di halte kampus dan mencari-cari sesorang yang dinantinya. Ia mengambil ponsel di dalam tasnya, dan mencoba menelpon seseorang.
Menu
Contact
My Half
Call
Trrttt......trrrrttt.... trrrrttt.... trrrrttt.... trrrrttt....
Tak ada jawaban. Ia pun mencoba kembali.
Trrttt......trrrrttt.... trrrrttt.... trrrrttt.... trrrrttt....
Rio membuka ponselnya, dan melihat nama My beauty di ponselnya, sedang menghubunginya. Kemudian ia meletakkan kembali ponselnya di meja, dan melanjutkan obrolannya dengan teman-temannya di sebuah cafe tanpa menggubris panggilan kekasihnya itu.
Kiara duduk memandang hujan. Berulang kali bus kampus lewat di hadapannya, tapi ia sama sekali tak peduli. Hujan semakin deras dan ia pun memeluk tasnya, karena tak lagi sanggup menahan dinginnya udara.
“Nanti aku jemput. Kamu jangan kemana-mana.”
”Iya, aku tunggu kamu.”
Sore menjelang petang, hujan tak kunjung berhenti dan angin pun semakin kencang. Kiara masih duduk di halte, mengharapkan kehadiran seseorang. Satu jam. Dua jam. Tiga jam. Empat jam. Jam di tangan Kiara menunjukan angka 10. Kiara pun berjalan meninggalkan halte dan tidak mempedulikan hujan yang mengguyur tubuhnya.
*****
Trrttt......trrrrttt.... trrrrttt.... trrrrttt.... trrrrttt....
Ponsel Kiara yang tergeletak di kasur, di samping tubuhnya, bergetar. Kiara yang sedang menelungkupkan tubuhnya, berbalik mengambil ponselnya dan duduk bersandar di ujung kasur.
Answer
”Hallo”
”Kok baru diangkat?” tanya seseorang di seberang telepon
”Maaf, aku tidur,” jawab Kiara
”Kok tadi ngga ngasitau kalo uda mau tidur?”
”Aku kecapekan sayang. Jadi tadi ketiduran. Maaf ya.”
”Emang pulang jam berapa?”
”Jam 10.”
”Oh...ya uda, lanjutin lagi tidurnya. Bye..”
”Iya, bye...I love.....” klik...
Belum selesai Kiara melanjutkan kalimatnya, panggilan sudah terputus. Kiara meletakkan ponselnya lalu memejamkan mata. Menangis,
*****
Cemburu menguras hati
”Jadi gimana caranya?” tanya Kiara pada seseorang yang ada di sampingnya.
”Oh, soal yang no 3 itu gini caranya Ki...” jawab Arven, kawan Kiara
Kiara dan Arven terlibat dalam suatu perbincangan di sebuah kafe yang menawarkan outdoor view, tepat di tepi jalan raya. Mereka asyik dalam obrolan akademik. Tiba-tiba, seseorang menggenggam tangan Kiara, menariknya hingga Kiara berdiri.
Plakkk...
Lelaki itu menampar Kiara. Kiara memegang pipinya, lalu menatap lelaki di hadapannya.
”Rio...”
”Ngapain kamu sama dia di sini?”
”Aku Cuma...”
”Eh, jangan kasar dong ma cewek !” bentak Arven tepat di wajah Rio.
”Bukan urusan kamu !” balas Rio sambil membalas tatapan Arven.
Kiara berlari, meninggalkan kekacauan itu. Rio dan Arven menoleh, kemudian keduanya spontan berteriak.
”Kiaraaaa !!!!!” teriak Rio dan Arven
Brakkkkkkkkkkkk
Sebuah mobil menangkap tubuh Kiara yang kala itu sedang berlari menyebrangi jalan. Rio dan Arven berlari menghampiri. Dilihatnya tubuh lemah terbaring dengan darah berceceran di kepala dan tubuhnya.
*****
Mengapa tak bisa dirimu yang mencintaiku tulus dan apa adanya?
”Masi punya muka buat masuk?” ujar Lia, sahabat Kiara
”Mending kamu jauhin Kiara deh. Uda cukup dia menderita, karena KAMU,” sahut sahabat Kiara yang lain, Doni.
Rio hanya diam, dan tak sedikit pun memandang kedua sahabat Kiara. Lia dan Doni menjauh, meninggalkan kamar Kiara. Rio pun memutuskan untuk mengawasi Kiara dari balik pintu kamar. Sudah tiga hari Kiara terbaring tak sadarkan diri.
Tiga hari kunanti
Jawabanmu oh kasih
Setiap saat kuharap
Ada keajaiban dalam dirimu
Indahnya masa lalu
Tergores amarahku
Cemburu menguras hati
Galau kini menyiksa diri
Kembalilah kau kekasihku
Jangan putuskan kau tinggalkan aku
Sekalipun sering ku menyakitimu
Tapi hanya kaulah pengisi hatiku
Oh,oh, maafkan aku
Oh,oh, maafkan EGOku
Oh,oh, maafkan diriku
”Rio, Kiara uda sadar. Dia nyari kamu,” ujar Arven yang kala itu keluar dari kamar Kiara untuk menemui Rio.
Rio membuka pintu, dan perlahan melangkahkan kaki, menghampiri Kiara. Ia duduk di sisi ranjang, dan mencium tangan Kiara . Kiara membuka masker oksigennya perlahan. Ia menatap Rio dan tersenyum.
”Maafin aku...Aku bukan lelaki yang baik buat kamu..” ujar Rio masih dengan mencium tangan Kiara. Ia menangis, dan tak mampu menatap gadis yang sangat mencintainya itu.
Kiara pun bersenandung lirih dengan segenap kekuatan yang masih dimilikinya.
”Kau hempas semua rasa yang tercipta untukku. Tanpa pernah melihat betapa ku mencoba menjadi yang terbaik untuk dirimu. Oh mengapa, tak bisa dirimu yang mencintaiku tulus dan apa adanya? Aku memang bukan manusia sempurna, tapi ku layak dicinta karena ketulusan. Kini, biarlah waktu yang jawab semua. Tanya hatimu.”
Rio menatap dalam-dalam gadis yang sebenarnya sangat ia cintai itu.
”Rio......cinta dan sayang......ama Kiara.” Rio dengan perlahan mengeja setiap kata-katanya.
Kiara meraih punggung Rio, dan menariknya ke dalam pelukan. Rio membalasnya dan memeluk Kiara dalam-dalam seolah ia tak ingin melepaskannya.
”Terimakasih......” jawab Kiara.